Mohon Solusi Pencairan Dana BOS

Yth. Bpk/Ibu Pengelola Dana BOS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Assalamulaikaum wr. wb…

Dengan Hormat,
Nama saya Teuku Fajriman, saya sebagai salah satu guru di sekolah SD-SMPN 8 Satu Atap Moro (NPSN:11002515) yang beralamat di Pulau Bahan, Desa Keban, Kec. Moro, Kab. Karimun, Kepulauan Riau; Titik Koordinat 0.891913, 103.798274

SD-SMPN 8 Satu Atap Moro berada di Pulau Bahan, sebuah pulau kecil yang luasnya hanya lima kali lapangan sepak bola yang juga merupakan sebuah dusun nelayan di bawah wilayah administrasi Desa Keban, di mana Desa Keban itu sendiri berada di pulau lain yang terpisah dengan Pulau Bahan; jadi jika warga Pulau Bahan mau ke Kantor Desa Keban harus menyeberang lautan. Penamaan “Satu Atap” itu sendiri sudah menjadi petanda bahwa sekolah tersebut berada di daerah khusus; karena kesulitan siswa-siswa Pulau Bahan untuk mengakses SMPN reguler yang jauh, dan terpisah oleh lautan; terletak di pulau lain.

Pulau Bahan belum tersedia fasilitas listrik PLN, tidak ada air PDAM, masih susah mendapatkan sinyal ponsel, dan akses ke mana pun harus memakai kendaraan laut; di mana hal itu membuat ongkos perjalanan menjadi mahal. Selain itu juga membuat harga-harga kebutuhan lain seperti sembako, BBM, Gas Elpiji 3 kg lebih mahal 30% dari daratan lainnya.

Untuk menuju ke Pusat Kecamatan Moro, warga Pulau Bahan harus menempuh perjalanan laut selama hampir 2 jam dengan ongkos kapal laut Rp 180.000 untuk sekali pulang-pergi. Untuk menuju pusat Kota Tanjung Balai Karimun perjalanan laut hampir 3 jam, dengan ongkos kapal laut Rp 360.000 untuk sekali pulang pergi. Perjalanan tersebut harus menumpangi speed boat kecil nelayan setempat dulu untuk dilansir ke kapal penambang yang menuju ke Moro atau ke Tanjung Balai Karimun. Kapal penambang cuma melakukan perjalanan sekali dalam sehari; kapal kayu sebagai usaha sarana transportasi milik warga pulau setempat, bukan kapal seperti fasilitas Damri yang disediakan pemerintah.

Namun sayangnya, Pulau Bahan tidak termasuk dalam wilayah 3T atau Wilayah Khusus berdasarkan Kementerian Pedesaan, padahal secara de facto akses ke antar wilayah mahal, dan jarak Pulau Bahan dengan Singapura cuma terpaut 45 km jarak laut. Hal tersebut berpengaruh juga terhadap sekolah yang menerima Dana BOS yang ada di sana; karena bukan termasuk Wilayah Khusus, Dana BOS yang diterima dihitung berdasarkan jumlah siswa yang terdaftar di sekolah yang cuma berjumlah 23 siswa; itu sama juga dengan Dana BOS yang diterima oleh sebuah SMPN yang berada di wilayah Ibu Kota Jakarta yang jumlah siswanya ribuan.

Tahun 2023, sekolah kami cuma mendapatkan dana BOS sebesar Rp 28.350.000 per tahun berdasarkan jumlah hitungan siswa sebanyak 21 siswa. Sudah 4 tahun kami menerima dana BOS berdasarkan jumlah siswa, dimana jumlah siswa sekolah kami selalu di bawah 60 siswa.

Hal itu membuat kami sulit mengikuti “ritme” kebijakan standar penganggaran yang sudah ditetapkan oleh Kementerian dan Dinas Pendidikan dibandingkan dengan sekolah-sekolah lain.

Olah karena itu, kami sangat berharap Dana BOS untuk sekolah kami dihitung berdasarkan kebijakan sekolah khusus yang mendapatkan Dana BOS berdasarkan hitungan 60 siswa bagi sekolah negeri yang jumlah siswanya kurang dari 60 orang, seperti tahun-tahun sebelumnya.

Demikian surat dan harapan kami sampaikan, mohon maaf bila ada sesuatu yang tidak berkenan. Terima kasih.

Topik ini telah ditutup secara otomatis karena sudah lebih dari 30 hari dari jawaban terakhir. Jika Anda ingin bertanya, silahkan membuka topik baru.

Terkait hal tersebut, mohon Bapak/Ibu memastikan terlebih dahulu bahwa data yang terdata pada Dapodik merupakan data yang sudah sesuai sebelum batas cutoff sebelum 31 Agustus 2023. Apabila sudah sesuai mohon kesediaan Bapak/Ibu menunggu dan telah memastikan sinkronisasi dengan berhasil agar datanya terupdate.

Salam Hormat,
Tim Tanya BOS&BOP